Tuesday 13 September 2011

Peter Casey Tak Segan Solat di Kedai Starbucks


NEW YORK - Peter Casey, atau Abdulmalik, berlatar belakang Yahudi-Kristen. Namun pencarian spiritual pemuda berusia 23 tahun ini bermuara pada Islam. Pada usia 15 tahun, lulusan Queens College ini memutuskan bersyahadat.

Kini namanya dikenal secara luas baik di negerinya, Amerika Syarikat, mahupun dunia internasional setelah pengakuannya memilih Islam tersebar luas di jagat maya. Alih-alih takut akan keselamatan nyawanya mengingat fobia Islam kembali mengental di AS menjelang peringatan tragedi 11 September, ia malah rajin menunjukkan keyakinan barunya di depan awam.

Ia misalnya, selalu pergi ke masjid setiap hari dengan 'menumpang' skateboard-nya -- gaya khas anak muda AS. Ia juga jarang berfikir dua kali untuk melakukan ibadah shalat di Starbuck, jika kebetulan ia tengah minum di sana dan waktu shalat telah tiba.

Lelaki bermata biru ini mengaku pantang menyembunyikan identiti keislamannya. Sebaliknya, ia mengatakan ia berusaha untuk "menentang stereotip dan kesalahfahaman" orang lain di sekitarnya tentang Islam.

Sebagai seorang mualaf yang dibesarkan di pinggiran kota dengan latar belakang Yudeo-Kristian Casey berada dalam posisi yang sebetulnya 'mustahil' untuk melakukannya. Namun, itulah tekad Casey; membuat orang belajar menerima seorang Muslim apa adanya, mulai dari cara dia berpenampilan, berbicara, dan bertindak.

Casey dibesarkan di pinggiran Long Island oleh ibu yang beragama Yahudi dan ayah Katolik. Ia tumbuh dalam keluarga yang bertolak belakang dalam melihat Yesus. Di satu sisi, kekristian berbicara tentang Yesus sebagai Allah Putra, Allah Bapa, dan roh Kudus. Di sisi lain, Yudaisme berbicara tentang Yesus sebagai seorang mesias palsu.

"Saya merasa ada dua hal ekstrem di sana, dan saya mempelajari keduanya," kata Casey.

Dan kemudian, pasca-serangan 11 September 2001, pemahaman mulai berubah. Dia baru berusia 13 tahun ketika dua menara kembar WTC itu runtuh. Sejak itu, ia rajin berlayar di dunia maya mengorek isi ajaran Islam -- yang pada awalnya dituduhkan berada di balik serangan itu. Ia menemukan doktrin yang lebih masuk akal tentang Yesus: dia seorang nabi, seorang lelaki yang menyampaikan firman Allah. Tidak lebih, tidak kurang.

"Ketika saya mulai belajar tentang Islam, saya seperti:" Ini dia. Ini adalah agama itu," katanya.

Dua tahun kemudian, pada usia 15 tahun, ia masuk Islam. (Orang tuanya menolak memberikan komen untuk cerita ini).

Sejak itu, lelaki yang baru-baru mulai mengajar sejarah di sebuah sekolah Islam di Brooklyn, telah berupaya untuk meluruskan kecurigaan publik AS pada Islam. Tak hanya melalui perbuatan -- seperti bershalat di tempat umum dan ramah pada siapa saja -- ia juga aktif berdakwah melalui blog-nya yang bertajuk 'Dawah Addict'. Tema-tema seperti 'Muhammad dalam Alkitab' dan 'Bagaimana Menjadi Seorang Muslim' diulasnya tanpa canggung.

"Ketika saya pertama kali menjadi Muslim, dan masih terdengar hingga hari ini, orang-orang berkata,'Mengapa tidak ada lebih banyak Muslim yang mengatakan terorisme adalah buruk? Mengapa tidak ada Muslim di luar sana mengatakan tentang Islam yang sebenarnya?'," kata Casey. "Dan saya fikir, yah, saya akan melakukannya jika tidak ada orang lain yang akan melakukannya."

Saluran Casey di YouTube memiliki lebih dari 5.000 pelanggan dan hampir setengah juta pengunjung. Meskipun pendengarnya terus bertamabah, dia juga mengalami hambatan, antara lain berbagai bentuk komen marah dan sanggahan.

Namun, dia tak surut ke belakang. Alasannya sederhana: "Saya merasa seperti saya memiliki tanggung jawab kepada orang-orang di Amerika," katanya, "Kerana ini adalah tempat saya tumbuh dan ini adalah rumah saya, dan saya ingin berbagi apa yang membuat saya sangat bahagia dan telah membawa saya kedamaian begitu banyak." Baca selengkapnya di sini

http://video.nytimes.com/video/2011/09/12/nyregion/100000001044545/the-new-american-muslim.html



No comments:

Post a Comment